Minggu, 06 Mei 2012

fiqh-puasa


"PUASA"
Puasa adalah menahan. secaara artian adalah menahan keinginan hawa nafsu (atau jasad/diri).namun justru malah menjalankan keinginan-keinginan Allah lah yang terkandung di dalam AlQuran. sehingga lebih optimal lagi dalam menjalankan ibadah yang Allah inginkan. Perintah puasa lebih menekankan kedalam aktifitas sendi kehidupan. dimana mampunya kita untuk menahan hawa nafsu kita (bahkan hingga makan dan minum pun kita tahan) kemudian menjalankan keinginan Allah sepenuhnya. sehingga meraih Taqwa.
Syarat wajib berpuasa adalah: Beragama Islam, Berakal sehat, Baligh (sudah cukup umur), Mampu melaksanakannya dan Orang yang sedang berada di tempat (tidak sedang safar). Sedangkan Syarat sah berpuasa adalah: Islam (tidak murtad), Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk), Suci dari haid dan nifas dan Mengetahui waktu diterimanya puasa.
Keutamaan Puasa Sunnah 6 Hari di Bulan Syawwal adalah Dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa (di bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa sunnah) enam hari di bulan Syawwal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti puasa setahun penuh.”. Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal, yang ini termasuk karunia agung dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, dengan kemudahan mendapatkan pahala puasa setahun penuh tanpa adanya kesulitan yang berarti. Pahala perbuatan baik akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali, karena puasa Ramadhan ditambah puasa enam hari di bulan Syawwal menjadi tiga puluh enam hari, pahalanya dilipatgandakan sepuluh kali menjadi tiga ratus enam puluh hari, yaitu sama dengan satu tahun penuh (tahun Hijriyah).
Keutamaan ini adalah bagi orang yang telah menyempurnakan puasa Ramadhan sebulan penuh dan telah mengqadha/membayar (utang puasa Ramadhan) jika ada, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Barangsiapa yang (telah) berpuasa (di bulan) Ramadhan…”, maka bagi yang mempunyai utang puasa Ramadhan diharuskan menunaikan/membayar utang puasanya dulu, kemudian baru berpuasa Syawwal. Meskipun demikian, barangsiapa yang berpuasa Syawwal sebelum membayar utang puasa Ramadhan, maka puasanya sah, tinggal kewajibannya membayar utang puasa Ramadhan.
Hakekat puasa adalah pengendalian diri secara total dengan kendali iman. Selain mengandalikan mulut dari makan dan minum, puasa juga mengendalikan lidah dari perkataan yang tidak terpuji, seperti bohong, gunjing, caci maki dan lain lainnya. Puasa juga pengendalian mata (ghadhul bashar) dari memandang hal yang diharamkan Allah seperti melihat tontonan aurat, tontonan maksiat dan lain lain. Puasa juga mengendalikan telinga dari mendengarkan hal- hal yang tidak diredhai Allah seperti mendegar musik hura-hura, mendengar gosip dan lain-lain. Puasa juga mengendalikan kaki dan tangan dari tingkah laku yang tidak diridhai Allah. Sabda Rasulullah SAW : “Siapa yang tidak mampu meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak terpuji, maka bagi Allah SWT. tidak ada artinya dia meninggalkan makan dan minumnya (percuma dia berpuasa)”. (HR.Buhari dari Abu Hurarah). Demikianlah hakekat puasa yang akan membawa manusia beriman menuju taqwa yang merupakan puncak kemuliaan manusia dihadapan Allah swt.(QS.49:13) .
Agar puasa memiliki nilai lebih, kita sebagai umat muslim yang menjalankannya harus memperhatikan hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa kita. Dengan berkurangnya nilai puasa kita, tentu janji istimewa syurga melalui pintu Ar-Rayyan tadi akan gagal kita peroleh.
Oleh karena itu, setiap muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa di bulan ramadan harus mengetahui apa-apa saja yang dapat mengurangi nilai ibadah puasa. Perbuatan dan ucapan yang dapat mengurangi nilai ibadah puasa disebutkan oleh Rasulullah sebagai berikut : Berkata dan berbuat dusta ; berbicara kotor (porno), bertengkar, dan berbantahan ;  berbuat sia-sia seperti bergurau, berkelakar, basa-basi, melawak, bersandiwara dan sejenisnya serta yang terakhir adalah menggunjing (gosip), yaitu membicarakan keadaan orang lain di luar pengetahuannya dan sekiranya orang mengetahui maka ia merasa tersinggung dan terhina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar