MUNAKAHAT
(PERNIKAHAN)
Pernikahan merupakan
ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi
fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain
hal. Dalam pandangan islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana
dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama,
kerabat, dan masyarakat.
Istilah
pacaran yang dilakukan oleh anak-anak muda sekarang ini tidak ada dalam Islam.
Yang ada dalam Islam ada yang disebut “Khitbah” atau masa tunangan. Masa
tunangan ini adalah masa perkenalan, sehingga kalau misalnya setelah khitbah
putus, tidak akan mempunyai dampak seperti kalau putus setelah nikah. Dalam
masa pertunangan keduanya boleh bertemu dan berbincang-bincang di tempat yang
aman, maksudnya ada orang ketiga meskipun tidak terlalu dekat duduknya dengan
mereka.
Kalau dilihat dari hukum Islam, pacaran yang
dilakukan oleh anak-anak sekarang adalah haram. Karena pacaran itu akan membawa
kepada perzinahan dimana zina adalah termasuk dosa besar, dan perbuatan yang
sangat dibenci oleh Allah. Oleh karena itu ayatnya berbunyi sebagaimana yang
dikutip di awal tulisan ini. Ayat tersebut tidak mengatakan jangan berzina,
tetapi jangan mendekati zina, mengapa demikian ? Karena biasanya orang yang
berzina itu tidak langsung, tetapi melalui tahapan-tahapan seperti : saling
memandang, berkenalan, bercumbu kemudian baru berbuat zina yang terkutuk itu.
Tujuan Perkawinan merupakan sifat atau tabiat manusia yang
cenderung untuk mengadakan hubungan sesama manusia. Allah telah menjadikan
hubungan perkawinan sebagai Sunnah para Rasul di mana ia akan melahirkan rasa
saling cinta, sikap saling bekerjasama dgn kebaikan dan bantu membantu untuk
mendidik keturunan. Melalui perkawinan juga, manusia akan dapat mengembangkan
keturunan dan memenuhi ketenteraman jiwa karena perkawinan yang harmoni dan
sesuai munurut tuntutan Ilahi sebagai tempat untuk berehat jasmani maupun
rohani. Perkawinan merupakan peristiwa bersejarah di mana ia takmudah dilupakan
bagi orang-orang beriman. IJAB - penyerahan tanggungjawab dari wali calon
isteri kepada calon suami. QABUL- tanggungjawab dari calon suami atas
penyerahan itu. 3 hakikat pernikahan: Tiap-tiap lelaki pasti mendambakan kebahagiaan dalam pernikahannya.
Langkah pertama yang harus diambilnya adalah menikahi seorang wanita shalihah,
yang layak dijadikan sebagai perhiasan hidup- di dunia menjadi Istri berbakti,
di akhirat menjadi bidadari bermata jeli.
Jika seorang lelaki merasa siap secara mental maupun fisik, maka Rasulullah SAW dalam sebuah hadits riwayat Bukhari-Muslim, pernah bersabda : "Hai para pemuda, barangsiapa telah mampu menikah, maka menikahlah. Sebab menikah dapat memejamkan mata dan lebih bisa memelihara diri dari perzinahan..." Untuk mereka yang belum mampu secara mental maupun fisik, Rasulullah SAW melanjutkan sabdanya : "...Dan barangsiapa belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Sebab berpuasa dapat mengurangi syahwat."
Sabda Rasulullah SAW tentang perintah menikah tersebut setidaknya mengandung beberapa hal yang menarik untuk dikaji. Hal-hal tersebut antara lain : perintah menyegerakan pernikahan, manfaat menyegerakan pernikahan, serta ikhtiar bagi seorang lelaki yang belum siap lahir-batinnya untuk menikah.
Jika seorang lelaki merasa siap secara mental maupun fisik, maka Rasulullah SAW dalam sebuah hadits riwayat Bukhari-Muslim, pernah bersabda : "Hai para pemuda, barangsiapa telah mampu menikah, maka menikahlah. Sebab menikah dapat memejamkan mata dan lebih bisa memelihara diri dari perzinahan..." Untuk mereka yang belum mampu secara mental maupun fisik, Rasulullah SAW melanjutkan sabdanya : "...Dan barangsiapa belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Sebab berpuasa dapat mengurangi syahwat."
Sabda Rasulullah SAW tentang perintah menikah tersebut setidaknya mengandung beberapa hal yang menarik untuk dikaji. Hal-hal tersebut antara lain : perintah menyegerakan pernikahan, manfaat menyegerakan pernikahan, serta ikhtiar bagi seorang lelaki yang belum siap lahir-batinnya untuk menikah.
Prosesi pernikahan adalah salah satu diantaranya yang mencuat
di permukaan, banyak penduduknya, laki-laki maupun perempuan belum mampu naik
ke pelaminan, meskipun umur mereka telah mencapai ‘kepala tiga’, bahkan lebih.
Sebagai wanita, miris rasanya penulis melihat kondisi sosial seperti ini,
terlebih-lebih lagi bagi pihak perempuan. Fenomena
sosial ini timbul sebagai konsekwensi logis atas sulitnya prosesi pernikahan
beraromakan adat istiadat, warisan nenek moyang negeri hijau ini, Misalnya:
maskawin dan persyaratan nikah. Seorang pria harus menyiapkan rumah, mobil dan
memiliki pekerjaan mapan. Inilah realita adat prosesi pernikahan yang
dipraktikkan mayoritas penduduk Libya, walaupun ada segelintir masyarakat yang
meniadakan persyaratan tersebut.
Nilai yang terjadi di dalam pernikahan sekarang ini 80%
adalah di mana nilai kesetiaan sudah memprihatinkan, yang terjadi secara
berurutan adalah Nilai Fisik, Jumlah Materi, Agama,
Status/Derajat, Bisa Menyenangkan Hati, Bisa
Buat Anak dan Kesetiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar